Dua Kali Menangi Lomba Mobil Hemat Energi
Sumber : http://www.jawapos.com/baca/artikel/3000/Dua-Kali-Menangi-Lomba-Mobil-Hemat-Energi
20 Juni 2014 07:10 WIB
LAHIR di keluarga agamais dan tinggal di daerah ’’kelas dua’’ tidak membuat Naadaa Ghulam Zakiyyan terkungkung. Pemuda yang besar di Bondowoso, Jawa Timur, itu sukses mengepakkan sayap hingga mampu menembus pendidikan di University of Missouri, Amerika Serikat.
Kampus negeri di Kota Columbia, Negara Bagian Missouri, tersebut terkenal sebagai pusat riset terbesar di Amerika Serikat. Kampus itu masuk enam besar perguruan tinggi top berbasis riset di dunia. Bidang studi teknik dan kedokteran menjadi unggulan kampus yang berdiri pada Februari 1839 tersebut.
Karena itu, alangkah bangganya ketika Naadaa Ghulam Zakiyyan bisa menempuh pendidikan di kampus tersebut. Dia mendapat kesempatan emas kuliah di Negeri Paman Sam itu berkat beasiswa yang diberikan Putera Sampoerna Foundation.
Remaja kelahiran Situbondo, 7 April 1994, itu mengatakan, sebenarnya dirinya tidak termasuk siswa yang luar biasa saat SD hingga lulus SMPN 1 Bondowoso pada 2009. Namun, nasib seseorang siapa yang tahu. Itu pula yang dialami Naadaa.
Menjelang kelulusan SMP itu, Naadaa ikut proses seleksi program Sampoerna Academy yang sekarang berganti nama menjadi Akademi Siswa Bangsa Internasional (ASBI). Waktu itu SMPN 1 Bondowoso dibidik karena menjadi salah satu sekolah unggulan di Jawa Timur bagian timur.
Sebanyak 20 persen siswa berprestasi akademik di SMPN 1 Bondowoso mengikuti penjaringan itu. Setelah dilakukan sejumlah saringan, Naadaa-lah yang dinyatakan lulus. Bersama siswa-siswa berprestasi dari sekolah lain, dia mengikuti program yang dipusatkan di SMAN 10 Malang tersebut.
’’Sekolahnya waktu itu di SMAN 10 Malang. Sistemnya diasramakan dan dikelompokkan dalam tim-tim siswa,’’ kata Naadaa yang ditemui saat pulang ke Indonesia pekan lalu. Dia dihadirkan ASBI sebagai contoh salah seorang siswa terbaik penerima beasiswa yayasan itu.
Anak pertama di antara empat bersaudara pasangan Taufik Yudhi Bhirawa dan Erviana itu menceritakan, di SMAN 10 tersebut dirinya masuk Tim Eagle. Tim itu berisi anak-anak dengan kecenderungan memiliki sikap kebersamaam tinggi dan aspek individual yang bagus. Selain itu, mereka memiliki kemampuan beradaptasi yang kuat. ’’Sistem pengelompokan ini seperti sekolah dalam film Harry Potter,’’ katanya, lantas tersenyum.
Selama sekolah di kelas X dan XI SMA, Naadaa mendapatkan porsi belajar dengan kurikulum internasional. Kurikulum yang proses pembelajarannya menggandeng Cambridge Unviersity itu lebih menekankan praktikum untuk setiap mata pelajaran. Baru setelah di kelas XII, dia dan kawan-kawan mengebut mempelajari kurikulum lokal KTPS (kurikulum tingkat satuan pendidikan).
’’Alhamdulillah saya bisa lulus ujian nasional dengan nilai bagus,’’ paparnya.
Saat dinyatakan lulus unas, pada Maret 2012, sejatinya Naadaa sudah diterima sebagai calon mahasiswa di University of Missouri. Sementara itu, unas baru diselenggarakan April hingga Mei 2012.
Kok bisa? Naadaa menceritakan, pada awal kelas XII sekolahnya sudah menetapkan 30 siswa kandidat untuk kuliah di Amerika Serikat. Tapi, di antara 30 kandidat itu, hanya 20 siswa yang akhirnya diterima di sejumlah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Tiga orang di antara mereka di Universitas of Missouri, termasuk Naadaa.
’’Saya kuliah melalui program bantuan pendidikan ASBI,’’ katanya.
Setiap bulan Naadaa mendapatkan uang donasi USD 800 atau sekitar Rp 9,5 juta. Uang itu dinilainya sudah cukup untuk biaya hidup di negeri yang dipimpin Barack Obama tersebut. Dengan demikian, dia bisa fokus untuk kuliah.
Seperti mahasiswa Indonesia pada umumnya yang kuliah di luar negeri, Naadaa sempat mengalami hambatan dalam komunikasi. Tetapi, hambatan itu tidak berlangsung lama. Dia mampu mengatasinya dengan belajar keras dan meluaskan pergaulan. Naadaa mengaku beruntung memiliki teman-teman –sesama mahasiswa Indonesia– yang ramah dan mau membantu.
’’Berbeda dengan pelajar dari Tiongkok yang cenderung eksklusif dan geng-gengan,’’ katanya.
Setahun kemudian, Naadaa mulai menorehkan prestasi yang membanggakan. Tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi kampusnya. Yakni, dia masuk dalam tim lomba mobil ramah lingkungan bertajuk Shell Eco-marathon Americas 2013. Waktu itu tim University of Missouri meraih peringkat ketiga untuk kategori mobil berbahan bakar hidrogen.
’’Di tim itu saya bertugas di bagian elektriknya,’’ kata Naadaa.
Penyuka pecel dan ayam goreng tersebut begitu bangga bisa masuk tim kampus dalam lomba tingkat dunia yang diikuti para mahasiswa dari berbagai negara itu. ’’Pokoknya mengasyikkan. Saya benar-benar tidak menyangka terpilih di tim itu,’’ ungkapnya.
Yang lebih membanggakan, selain timnya meraih peringkat ketiga, Naadaa mendapat prestasi gemilang untuk kategori individu. Dia memenangi lomba infografis yang menampilkan sumber energi alternatif masa depan.
Dengan mengandalkan sumber energi di tanah air Indonesia, Naadaa menjadi juara pertama dan berhak mendapat uang tunai USD 5.000 (sekitar Rp 59 juta). Dia berhasil mengalahkan delegasi dari University of Toronto, Purdue University (AS), dan University of British Columbia.
Sayangnya, sampai sekarang hadiah itu masih dipegang pimpinan tim Shell Eco-marathon University of Missouri. Alasannya, Naadaa berangkat sebagai anggota tim. ’’Uang itu boleh saya ambil untuk belanja yang berkaitan dengan penunjang pendidikan. Padahal, sekarang masih lengkap, laptop saya masih bagus,’’ ujarnya.
Pada lomba infografis itu, dia menegaskan bahwa manusia semestinya mulai mengeksplorasi sumber-sumber energi yang cadangannya masih melimpah. Salah satunya adalah sumber panas bumi. ’’Di Indonesia, sumber panas bumi masih sangat banyak. Itulah yang saya tekankan,’’ katanya.
Berbekal beberapa riset literatur, Naadaa menampilkan infografis sebaran sumber daya alam itu dengan komplet dan menarik. Negara-negara dengan cadangan sumber daya alam yang masih melimpah dia tandai dengan simbol-simbol tertentu.
’’Infografis saya dinilai menarik karena penyampaiannya menarik dan banyak informasi baru,’’ jelasnya.
Tahun ini Naadaa kembali masuk tim Shell Eco-marathon Americas 2014. Bahkan, prestasi timnya lebih bagus daripada tahun lalu. Mereka meraih peringkat kedua untuk kategori Urban Concept Fuel Cell. Naadaa dan teman-temannya merancang mobil urban concept ramah lingkungan dan hemat energi. Sumber energi yang dipilih untuk mengikuti lomba itu adalah hidrogen. Mobil rancangannya mampu memperbaiki jarak tempuh tahun lalu.
Pada event 2013, mobil tim Naadaa cs berhasil menempuh jarak 299 mil/galon hidrogen, sedangkan tahun ini bertambah menjadi 370 mil/galon hidrogen. ’’Saya tetap di bagian elektrikal,’’ tegasnya.
Naadaa menambahkan, selama tinggal di AS, dirinya tidak pernah mengalami masalah dalam beribadah. Dia tetap bisa menjalankan salat lima waktu ketika berada di kampus.
’’Toleransi dalam beragama di kampus saya sangat tinggi. Asal izin dengan baik-baik, kita bisa leluasa salat, meskipun belum jam istirahat,’’ paparnya. Tempat untuk salat juga layak seperti di koridor atau bahkan salah satu ruang gurunya.
Di sela-sela kuliah, Naadaa pernah melakoni aktivitas di luar kampus seperti mahasiswa-mahasiswa imigran lainnya. Antara lain, bekerja paro waktu di rumah makan. Menurut dia, gaji yang diterima cukup besar, sekitar Rp 1 juta per pekan.
Dia berniat bekerja di tempat lain yang lebih mengandalkan soft skill dirinya. Misalnya, di unit penerbitan kampus dan sejenisnya. Sebab, selain jago elektrikal, Naadaa menguasai desain grafis.
’’Daripada nganggur, waktu yang tersisa selama kuliah saya manfaatkan untuk bekerjapart time. Lumayan, gajinya untuk tambahan uang saku,’’ ujarnya. (M. Hilmi Setiawan/c10/ari)